DR. IR . SUJANA ROYAT, DEA
[Alumni Planologi ITB Angkatan 1973]
“Bagi Saya, Prinsip adalah Bos Utama!”
Saya lulus kuliah tahun 1979. Rasanya, enam tahun kuliah sangat berkesan bagi saya. Jaman kuliah dulu, para mahasiswa sibuk demonstrasi, saya termasuk salah satunya. Sampai-sampai saya sempat di penjara karena membawa buku putih. Walaupun tidak lama merasakan bui, bagaimanapun juga nama saya sempat di blacklist pada jaman itu.
Sedari kecil saya senang main, besok ujian pun saya masih bisa main sampai sore, justru saya mulai belajar pada saat orang sudah terlelap tidur. Oleh karena itu teman-teman selalu bingung, saya itu tukang main tapi kok bisa punya nilai bagus? Kalau anak sekarang sering berujar, belajar jangan mengganggu waktu main, sepertinya cocok untuk saya dulu.
Saya senang berorganisasi, dan mungkin ini pula yang menjadi alasan mengapa saya tidak ingin cepat-cepat lulus, karena ingin punya banyak pengalaman di organisasi. Saya sempat menjadi Ketua Himpunan pada 1975-1976, anggota Dewan Mahasiswa (Dema) ITB bidang pendidikan pada masa Fadel Mohammad menjadi Ketua Dema. Pernah pula, saya menjadi anggota MPM (Majelis Permusyawaratan Mahasiswa) ITB.
Mungkin saya sudah diberi jalan oleh Tuhan untuk mengambil jurusan Planologi, karena saya kenal Jurusan Planologi sedari saya masih duduk di kelas 2 SMA. Awalnya saya sering membantu kakak kelas, tetangga saya, dalam mengerjakan tugas. Saya lihat gambarnya, membantu mengetikkan tugas dan membuat gambar. Oleh karena itu, saat lulus SMA, langsung saja saya pilih Planologi, tidak ada pilihan yang lain. Planologi, Planologi, Planologi!
Saya mempunyai visi yang sampai saat ini saya pegang teguh, yaitu saya tidak ingin menjadi planner yang terbaik, tetapi saya harus berguna untuk menolong dan memberdayakan orang miskin. Saya konsisten terhadap visi saya, karena itu juga adalah cita-cita saya. Prinsip adalah bos utama kita, sementara kombinasi antara target dan tantangan berfungsi untuk menguji diri sendiri.
Sedari kuliah saya selalu hidup sesuai target, di saat kuliah saya sudah menargetkan bahwa di umur 25 tahun saya sudah harus lulus. Walaupun saya banyak main tetapi target tetap harus tercapai, dan pada umur 35 tahun saya sudah harus S3. Alhamdulillah, semua berjalan sesuai dengan target, karena bagi saya prinsip adalah bos utama.
Setelah lulus kuliah, awalnya saya bekerja di Departemen Dalam Negeri, tetapi karena saat itu Depdagri tidak memberikan beasiswa sekolah ke luar negeri, saya memutuskan mencari departemen yang mempunyai anggaran beasiswa, lalu saya pilih Departemen Pekerjaan Umum. Pada saat itu banyak orang mengambil sekolah di Amerika, tapi saya mau yang beda. Buat saya yang penting gaya dan saya cari yang paling susah, jatuhlah pilihan saya untuk sekolah ke Perancis. Walaupun saat itu saya tidak bisa Bahasa Perancis, tapi itu tantangan buat saya, dan saya suka!
Hal yang paling menguntungkan dari kuliah di Planologi adalah membentuk cara berpikir yang komprehensif dan mampu menstrukturkan masalah. Kedua poin tersebut sangat penting, terlebih lagi apabila salah menstrukturkan masalah maka output-nya pun akan salah. Itulah pembeda Jurusan Planologi dengan jurusan-jurusan yang lainnya. Mata kuliah yang menurut saya penting adalah “Proses Planologi”, karena membentuk cara berpikir dan modal utama penentu kehandalan berpikir, yang nantinya akan membuat mereka eksis dimana pun.
Oleh karena itu, “Proses Planologi” bagi saya adalah mata kuliah wajib, dan alangkah baiknya apabila dosen-dosen yang sudah berpengalaman mengundang dosen tamu, karena pengalaman sangat berpengaruh.
Satu hal yang harus digarisbawahi adalah, planner tidak hanya berkutat dengan tata ruang fisik, tetapi juga tata ruang sosial, tata ruang wilayah, tata ruang politik, tata ruang ekonomi, tata ruang transportasi, dan lain-lain. Itu semua harus dipupuk untuk memperkaya, karena planner juga harus mampu membaca peta politik, tepatnya desain tata ruang politik. Dari segala bidang tata ruang tersebut, yang terpenting adalah bagaimana mensejahterakan rakyat. Intinya, prinsip tata ruang bersifat sangat komprehensif, tetapi tetap dapat dikembangkan sesuai dengan bentuk karakter, pola pikir dan prinsip masingmasing individu.
Doktrin Kerja Keras
Saat ini, saya bekerja di Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat, Deputi Menko Kesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan. Peran saya lebih condong kepada Tata Ruang Sosial yang bertujuan menghapus kemiskinan ekonomi, ilmu dan akhlak. Puncak karir saya untuk bidang tersebut adalah PNPM. Semua impian dan prinsip saya ada di dalamnya. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk memajukan masyarakat Indonesia, salah satunya adalah keterlibatan konsultan saat ini harus dirubah agar dapat mengajari masyarakat. Bantuan seharusnya dapat langsung dirasakan oleh masyarakat tidak melalui birokrasi. Dan, planner seharusnya jangan merasa pintar sendiri.
Sebagai bocoran, trik dari PNPM adalah mendoktrin masyarakat miskin untuk meraih mimpi mereka dengan kerja keras dan mampu memberdayakan diri sendiri. Saat ini PNPM mempunyai 60 juta orang peserta aktif. Dan alhamdulillah mereka semua berhasil. Bahkan, Cina mau ikut menerapkan model PNPM ini di negara mereka. Sangat disayangkan di negeri kita, justru masih banyak yang curiga, tapi ya begitulah proses politik.
Terbukti, dengan PNPM, masyarakat dapat lebih mandiri dan lebih potensial mengembangkan kemampuan sesuai dengan karakteristiknya. Oleh karena itu yang dibutuhkan adalah kepercayaan. Rencana yang masih ingin saya kerjakan adalah: pertama, yang lapar dicukupkan; kedua, PNPM dilanjutkan, dan ketiga, pemberdayaan usaha mikro dan makro, karena dari tiga poin tersebut masih dalam satu kebijakan.
Saya berharap teman-teman dan adik-adik planner nantinya juga dapat meneruskan visi ini, yaitu untuk memajukan masyarakat Indonesia dan menghapus kemiskinan. Salam Planologi.[